Rabu, 27 Oktober 2010

Mbah Marijan Tewas

Abdi Dalem Juru Kunci Redi Merapi Mas Panewu Surakso Hargo, ditemukan meninggal di kediamannya karena erupsi Merapi, 26 Oktober 2010. Beberapa jam sebelum meninggal, sejumlah wartawan sempat bertemu dengan Abdi Dalem Juru Kunci yang biasa dipanggil Mbah Marijan itu, di kediamannya, Kinahrejo, Dusun Pelemsari, Desa Kepuharjo, Cangkringan Sleman.

Meski diajak oleh siapapun untuk turun, Mbah Maridjan tetap bertahan tidak akan meninggalkan tempat tinggalnya itu. Salah satu anaknya, Bambang W menuturkan, Mbah Marijan memiliki prinsip tidak akan meninggalkan tempat tinggalnya, dan tetap akan bertahan di lokasi itu, sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai abdi dalem.

Menurut Bambang, Mbah Maridjan selalu mengatakan, karena sudah saguh, yo kudu lungguh sing kukuh ora mingkuh (karena sudah menyanggupi untuk memikul tanggung jawab, ya harus tetap duduk di posisinya itu dengan kuat dan tidak boleh melalaikan kewajibannya atau meninggalkan lokasi). Prinsip inilah yang kemudian dipegangnya, dan dipertahankan.

Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai abdi dalem juru kunci, meski dihadapkan dengan berbagai cacian dan meski harus rela melepas hidupnya. Pria berusia 83 tahun berpangkat Panewu ini, ditemukan tewas dalam posisi bersujud di dalam kamar di rumahnya, bersama kerabat dekatnya. Banyak yang menganggap, apa yang dilakukan hingga kematiannya itu sebagai bentuk loyalitas dan pengabdiannya secara total.

Selama ini Mbah Maridjan selalu menunjukkan jati dirinya yang setia pada perintah junjungannya terutama dikala Gunung Merapi menunjukkan kemarahannya. Si Mbah tidak pernah menyebutnya sebagai kemarahan gunung atau menyebut wedus gembel tetapi selalu mengatakan, Gunung Merapi punya gawe atau hajatan.

Selasa (26/10) pagi, saat ditanyakan kapan akan meninggalkan kediamannya, lagi-lagi beliau menjawab sudah kerasan di rumah dan tidak akan meninggalkan Gunung Merapi. Pada saat itu, sebenarnya Mbah Maridjan sudah mempersilakan warga untuk meninggalkan dirinya. "Yang lain silakan turun, saya akan tetap berada di sini," ujarnya.

Ia adalah sosok yang soleh, yang selalu menjalankan salat lima waktu di masjid di samping rumahnya. Mbah Marijan juga bukan sosok yang penuh dengan klenik atau mistis, tetapi orang yang selalu berkomunikasi dengan siapapun, meski tetap dengan menggunakan bahasa Jawa.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes