Sabtu, 31 Juli 2010

Puisi Kemerdekaan

Puisi Kemerdekaan Wiji Thukul

Summary:akibr
Puisi Kemerdekaan Wiji Thukul

Oleh : A. Kohar Ibrahim

WIJI Thukul, yang perihalnya pernah saya utarakan di Mandiri Online 7 Oktober 2001, memang aktivitas-kreativitas budayanya tercurahkan dalam perjuangan demi terlaksananya aspirasi kemerdekaan dan keadilan. Boleh dikatakan, berbeda dengan penyair lainnya, Thukul memang produk zaman Orba yang tipikal anti-budaya kekerasan Orba yang senantiasa mengancam kehidupan manusia Indonesia.

Sudah sejak awalnya, di tahun 80-an, Thukul menyanyikan lagu kemerdekaan dan keadilan. Seperti dalam sajaknya berjudul "Sukmaku Merdeka" (Kusajak Wiji Thukul, Temu Budaya, Komitee Indonesia Amsterdam 1991). Dalam mana ia menggores baris-baris kata yang menggores hati lantaran puitis sekaligus profetis:

"sebelum malam mengucap selamat malam / sebelum tidur mengucapkan selamat datang / aku mengucap kepada hidup yang jelata / m e r d e k a ! "

Dalam "Sajak Suara", sebait puisinya berbunyi: "suara-suara itu tak bisa dipenjarakan / di sana bersemayam kemerdekaan / apabila engkau memaksa diam / aku siapkan untukmu: pemberontakan! "

Dalam sajak-sajaknya berjudul "Salam" dan "Pertanyaan", Thukul selain mengungkapkan bagaimana harus merebut kemerdekaan, juga mempertanyakan peranan negara dan rakyat, demokrasi dan kebebasan menyatakan pendapat. Dan sang penyair rakyat yang benar-benar dari kalangan rakyat yang menderita ini akhirnya memahami benar-benar apa makna kemerdekaan. Kemerdekaan yang bukan hanya diaspirasikan, tapi diperjuangkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Kemerdekaan bukan yang hanya diimpikan, melainkan juga yang hakiki ditemukan dan dihayati bermula dari dalam diri sendiri. Seperti yang tersirat dalam sajaknya "Kemerdekaan":

"kemerdekaan / mengajarkan aku berbahasa / membangun kata-kata / dan mengucapkan kepentingan /
kemerdekaan / mengajar aku menuntut / dan menulis surat selebaran /
kemerdekaanlah / yang membongkar kuburan ketakutan / dan menunjukkan jalan /
kemerdekaan / adalah gerakan / yang tak terpatahkan /
kemerdekaan / selalu di garis depan"

Keyakinannya akan kebenaran kemerdekaan ditandaskan kembali dalam sajaknya "Merdeka" (1989) seperti yang digemakan dalam sajaknya "Syair Kemerdekaan". Sekalipun untuk itu dia harus mengalami berbagai kesulitan dan konsekwensi penindasan penguasa yang cemburu dan arogan. Bukan hanya dia harus mengalami hinaan, di luar maupun di depan meja hijau, tapi juga didera siksaan fisik untuk akhirnya termasuk dalam daftar "orang hilang" - setelah terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996. Dalam periode singkat rezim Orde Baru sedang sekarat itu pertandanya memang lagi-lagi diberlakukannya budaya kekerasan yang biadab. Politik tangan besi dilakukan terhadap siapa saja yang berlainan pendapat dengan suara resmi penguasa Orba. Apalagi mereka yang bukan hanya bersuara saja, melainkan juga seraya melakukan aksi dalam perjuangan demi merealisasi aspsirasi kemerdekaan dan keadilan. Sekalipun juga aksi-aksi tersebut hanyalah aksi-aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang damai. Dan Thukul adalah contoh tipikal yang seperti itu.

Demikianlah sekedar catatan mengenai saling-kaitannya perjuangan politik kemerdekaan dengan mengambil contoh beberapa penyair Indonesia yang telah turut serta menyayikan aspirasinya yang mulia.

Setelah hampir enam dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, setelah adanya pengorbanan sedemikian besarnya, kiranya semangat perjuangan itu masih harus dikobarkan terus. Demi mewujudkan aspirasinya yang hakiki. *** (Akibr)


Puisi Kemerdekaan Wiji Thukul Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/1643078-puisi-kemerdekaan-wiji-thukul/

1 komentar:

sarah binti nurhaizah kapaktujengjengjengjeng mengatakan...

kok panjang buangetzzzzzzzzzzzzzz sieh puisinya?

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes